Rabu, 08 Juli 2015

5 menit mu

Diposting oleh Unknown di 06.17
Bulan ramadhan telah tiba, tuan.
Seperti biasa aku terlalu menggebugebu, sejuta harapan telah aku rangkai diatas rumah Tuhan itu.
Pagi buta aku telah bersiap menunggu travel yg telah ku pesan dua hari lalu, maklum musim mudik untuk mengantisipasinya aku telah memesan jauhjauh hari.
Perjalanan ke bandara telah ku perhitungkan, hingga aku memutuskan untuk tak sahur hari itu.
Aku terlalu berbahagia, tuan.
Kau tahu sendiri tuan, salah satu alasan ku pulang karena dirimu, tuan.
Sempat terakhir kali sebelum aku pulang, aku mengecek media sosial mu.
Sevuah laporan yang tebalnya kira-kira 30-40 halaman terpajang di profilmu.
Sudah kuduga kau masih asyik bercengkrama dengan setumpuk tugas kuliah mu.
Kau masih asyik bercengkrama dengan hasil penelitian mu pasar beringharjo.
Aku mulai penasaran dengan bahan penelitian mu,
Aku mulai tertarik dengan setiap sudut kota jogja,
Tak terkecuali kamu, tuan.
Aku selalu tertarik dengan setiap relungrelung hidupmu, dengan setiap warna hitam putih dihidupmu.
Akupun mulai tertarik dengan pasar beringharjo yang diamdiam bisa memikatmu dengan kemolekan nya.
Tuan, tidak terasa aku telah sampai di bandara dan perkiraan ku tiba disana meleset,
Waktu itu jalanan malang sangat lengang, tol yang menghubungkan malang - surabaya pun terlihat sepi, hingga aku bisa melihat nikmat Tuhan ketika matahari terbit.
Ya sunrise pertamaku di tanah surabaya.
1 jam, 2jam, 3jam aku menunggu hingga ku putuskan untuk segera check-in dan meninggalkan orang yang sedari tadiPagi duduk didepan ku sedang asyik mengotak-atik laptopnya.
Tapi bisa ku tebak, tuan. Dia sudah sesadari tengah malam berada di ruang tunggu kedatangan. Baju yang dia kenakan lusuh, mukanya seperti seharian tak terkena air.
1 hingga 2 jam aku take off. Akupun memanfaatkan nya untuk tidur. Karna tenagaku sejatinya sudah hampir habis, tapi sekali lagi tuan, aku tak bergeming untuk membatalkan puasaku. Sejuta, aahhh... semilyaran kebahagian sudah menungguku ditanah kelahiranku ini tuan. Aku merindukan ibuku, aku merindukan ayahku, aku merindukan saudaraku yg baru lahir yang belum pernah terjamah oleh tanganku sendiri, dan aku merindukan tuan berkumis ini.
Tak lama sekitar pukul 4 aku telah tiba dirumah, kepenatan ku menunggu di bandara, kecapekan ku terbang diudara telah terbayar lunas dengan melihat senyum mengembang kedua orangtua ku.
Sehari duahari, aku telah berada dirumah. Kucoba melirik media sosial mu lagi, barangkali petunjuk tuhan terselip disana, sedikit saja.
Tapi hasilnya nihil, aahh... aku tak mau menganggapnya nihil. Barangkali tuhan belum menemukan waktu yg tepat untuk aku bisa bertemu tuan.
Ketika aku berusaha berpikir positif, tak perlu waktu lama tibatiba mulutku berucap entah disadari atau tidak aku berani menanyakan nya bahkan menyebut namanya didepan ibuku.
Ibuku seolah tanpa beban mengatakannya, kalau kau telah pindah. Kalau kai takkan kembali kesini lagi. Kalau kau telah pergi tanpa mengucap kata perpisahan sebelumnya.
Aku bukan seorang anak yg baruBeranjak remaja, galau ketika ditinggal pergi sang lelakinya, berkoarkoar hingga setiap orang tahu jika kau sedang sedih, meratap hingga kau tak nafsu makan.
Aku belajar menahannya, aku belajar menyimpan rapat kesedihan atas kepergian mu, tuan.
Tuan, jika boleh jujur aku ingin memukulmukul mu, berharap perasaan mu, bukan....bukan perasaan, bahkan sudah ku tau sejak lama kau tak punya perasaan.
Aku hanya ingin mengetuk pintu hati yg kau tutup rapat sekali itu hingga bisa kau lihat aku. Aku hanya butuh katakata darimu. Aku hanya butuh penjelasan darimu.
5menit sisakan untuk bisa berbicara dengan ku.
Jika tuan menyuruhku untuk berhenti maka aku akan berhenti sesegera.
Tuan, sesak sekali sekarang dada ini. Tuan, demi tuhan aku mengharapkan mu berbicara. Agar kau bisa menegaskan ku, agar kau bisa membuat hati ini jera.
Tuan, aku boleh menangis ? Aahh... rasanya malu sekarang harus menangis, harus galau karena lelaki.
Aku tak pernah tau seberapa kuatnya aku, tapi aku bisa berjanji kepadamu sampai saat ini kesedihanku, kemarahanku sudah kuredam.
Hingga aku menulis ini rasanya airmata tak mau menetes, dia mengerti kesiasiaan ini memang harus berakhir begini. Kesiasiaam ini memang harus terjadi seperti ini.
Agar tak ada ruang lagi untuk ku bisa bertemu kamu.
Agar tak ada ruang lagi aku mengaisngais masalalu kita.
Agar aku tak ada ruang lagi untuk terus bertahan dengan kesiasiaan ini.
Semoga kau selalu berbahagia ditempat barumu itu, Tuan.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Kertas Usang Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting